Sabtu, 25 Mei 2013

Pulau Dewata Part III
Pasar Sukowati, Istana Tampak Siring, Guung Batur, Danau Kintamani, Pura Besakih

Mengingat ini adalah hari terakhir untuk Budi dan Yanti di pulau Bali, maka kami berniat untuk menuju Pura terbesar yang ada di Bali yang jarang bagi wisatawan untuk mengunjunginya.

Karena dari zaman saya Sekolah Dasar saya sudah pernah mendengar tentang Pura Besakih yang merupakan Pura terbesar di Bali mebuat saya penasaran akan kemegahan Pura ini, karena untuk sampai ke Pura besakih kita akan melewati beberapa objek wisata antara lain tirta empul. Istana Tampak Siring, Danau Kintamani dan Gunung Batur maka kita putuskan untuk singgah di tempat-tempat tersebut.

Tetapi seblum kita kesana kami memutuskan untuk membeli oleh-oleh buat kami bawa ke tempat kami masing-masing, karena terkenal dengan murahnya di beberapa blog yang kami baca maka kami putuskan untuk mencari oleh-oleh di Pasar Sukowati.

Pasar ini terletak di Kabupaten Gianyar, Bali. Pasar ini terletak kurang lebih 20 KM dari kota Denpasar. Bila kita berjalan dari Kuta maka kita tinggal lurus saja menuju ke arah timur laut Denpasar mengikuti petunjuk jalan kita pasti sampai.

Pasar Seni Sukawati ada tiga tempat yakni Pasar Seni Sukawati I, Pasar Seni Sukawati II, dan Pasar Seni Sukawati III. Pasar Sukowati sebenarnya tidak berbeda dengan pasar tradisional lainnya di kota-kota lain, pasar ini menjual kebutuhan sehari-hari, namun selain menyediakan kebutuhan sehari-hari di pasar ini juga menyediakan cinderamata dari mulai gantungan kunci, lukisan serta kerajinan tangan tersedia disini,dan juga makanan khas Bali yang dapat di jadikan oleh-oleh, memang di Pasar ini perlu keahlian tawar menawar dibandingkan kita membeli di Krisna atau di Bali Agung yang sudah tertera label di semua jenis barangnya dan tidak ada lagi proses tawar menawar. Pasar ini buka dari mulai jam 8 pagi sampai dengan pukul 6 sore, untuk Anda yang pertama kali berkunjung ke pasar ini saya sarankan untuk menawar barang yang di tawarkan oleh si penjual paling tidak 50 persennya dan kemungkinan besar masih di berikan oleh si penjual, jadi jangan mau kita di bodoh-bodohi oleh bangsa kita sendiri.

Kami pun mulai blusukan kedalam pasar untuk mencari barang-barang yang sudah ada di dalam list kami untuk menjadi oleh-oleh, saya memilih untuk membeli udeng-udeng khas bali untuk menjadi kenang-kenangan bagi saya pribadi, dan juga beberapa gantungan kunci untuk kawan-kawan di kantor dan di gereja, saya juga membeli kacang Bali untuk keluarga. Harga yang saya dapatkan memang relatif murah karena saya sadis menawarnya.



                                      

Pasar Sukawati




Toko saya membeli oleh-oleh, dan di toko ini saya cukup tertrik dengan yang jadi pelayan tokonya karena mencerminkan khas gadis Bali.

serlah semua mendapatkan barang-barang yang di cari kami langsung melanjutkan perjalanan, tujuan kami pertama adalah Istana Tampak Siring, Istana Tampak Siring adalah salah satu Istana Kepresidenan Republik Indonesia, istana ini dibangun setelah zaman kemerdekaan Indonesia yang terletak di Desa Tampak Siring, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Bali.

Nama Tampak Siring berasal dari bahasa Bali yang berasal dari dua suku kata yakni "tampak" yang berarti telapak, dan "siring" yang berarti miring


Saya di depan Wisma Merdeka

Konon menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, namun sayangnya ia bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh rakyatnya menyembah dia. Akibat dari tabiat Mayadenawa itu. Batara Indra marah dan mengirimkan bala tentaranya. Mayadenawa pun lari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu dia berharap para pengejarnya tidak mengenali telapak kakinya.


Lima Sekawan Di depan Istana Tampak Siring


Namun demikian, ia dapat juga tertangkap oleh para pengejarnya. Sebelumnya ia dengan sisa kesaktiaany berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan banyak kematian para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air tersebut. Batara Indra kemudian menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun yang kemudian bernama "Tirta Empul" (air suci). Kawasan hutan yang dilalui raja Mayadenawa dengan berjalan sambil memiringkan telapak kakinya itu terkenal dengan naa Tampaksiring.

Istana ini berdiri ata prakarsa Presiden Soekarno yang menginginkan adanya tempat peristirahatan yang hawanya sejuk jauh dari keramaian kota, cocok bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga maupun bagi tamu-tamu negara.

Arsitek dari Istana Tampak Siring ini adalah R.M Soedarsono dan istana ini di bangun secra bertahap. Komplek Istana Tampaksiring terdiri atas empat gedung utama yaitu Wisma Merdeka seluas 1. 200 M dan Wisma Yudistira seluas 2.000 M dan ruang serbaguna. Wisma Merdeka dan Wisma Yudhistira  adalah bangunan yang pertama kali dibangun yaitu pada tahun 1957. Pada tahun 1963 semua pembangunan selesai yaitu dengan berdirinya Wisma Negara dan Wisma Bima.

Lima Sekawan dengan pose yang berbeda, hahahahaha

Perjalanan pun kami lanjutkan menuju Gunung Batur dan Danau Batur yang berada di daerah Kintamani juga. Untuk melihat pemandangan yang bagus kami disarankan untuk melihatnya dari jam 9 pagi sampai pukul 3 sore, maka kami pun berangkat pada waktu yang disarankan. 


Gunung Batur

Gunung Batur merupakan gunung tertinggi kedua di Pulau Bali setelah Gunung Agung. Gunung ini masih aktif sampai saat ini, mempunyai kaldera yang dianggap sebagai salah satu kaldera terbesar dan terindah di dunia. Kaldera ini terbentuk setelah dua letusan besar yang terjadi puluhan ribu tahun lalu.

Kintamani yang terletak di dataran tinggi memiliki hawa sejuk. Selain Gunung Batur terdapat pula Danau Batur yang memiliki pemandian air panas yang diyakini masyarakat setempat dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Mata air tersebut berasal dari Gunung Batur. Menelusuri Danau Batur kita dapat menemukan Desa Trunyan yang berbeda daripada kebudayaan pesisir menjadi daya pikat tersendiri. 


Danau Batur

Tidak hanya Gunung dan Danau Batur yang menjadi daya pikat pemandangan yang layaknya lukisan. Kintamani juga terkenal karena memiliki ras anjing yang sangat terkenal yakni anjing Kintamani yang terkenal itu.

Untuk menyebrang ke Desa Trunyan kita dapat menggunakan perahu dan biasa di pandu oleh guide orang lokal. Di Desa Trunyan kita dapat melihat pengawetan mayat yang begitu rupa sehingga mayat yang sudah berhari-hari pun tidak tercium bau busuk sama sekali.

Saya dan Gunung Batur

Ongkos perahu saat itu kami dimintai sebesar Rp. 300.000 per perahu atau sekitar Rp. 50.000 per orang, tetapi ada salah satu dari teman kami yang tidak mau ikut, maka kami batalkan rencana kami untuk kedesa Trunyan, untuk masuk ke kawasan wisata Kintamani kita di kenakan biaya Rp. 15.000 per orang.

Perjalanan pun kami lanjutkan untuk menuju Pura Besakih yang merupakan Pura Terbesar di Bali, untuk mencapai pura ini tidaklah mudah, orang-orang setempat sempat mengatakan kalau kami tidak memiliki hati yang bersih dan tulus akan susah mencapai kesana. Memang saya pun melihat medan yang kami lewati cukuplah lumayan jauh dan berkelok-kelok menambah adrenalline kami terpacu. Pura ini terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem Bali. 


Pelataran Depan Pura Besakih

Kami pun akhirnya sampai di Pura Besakih ini, untuk masuk ke Pura ini kita di mintai karcis sebesar Rp. 10.000 per orang, tetapi karena saya tidak memakai celana panjang, maka saya di wajibkan untuk sewa kain agar dapat masuk ke dalam Pura mengingat ini merupakan tempat ibadah bagi umat Hindu maka harus sopan. Untuk sewa kain saya dikenai biaya tambahan sebesar Rp. 10.000, dan ketika kami masuk ke Pura ini kami akan ditemani oleh seorang guide yang akan menceritakan sejarah mengenai Pura besakih ini, mereka adalah penduduk lokal sekitar pura, dan untuk tarifnya mereka tidak mematok tarif hanya sukarela saja.

Tangga Menuju Komplek Pura


Komplek pura besakih ini terdiri dari satu Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan delapan belas Pura Pendamping ( satu Pura Basukian dan tujuh belas Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kali di terimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Rsi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Diantara Pura-Pura yang termasuk dalam komplek Pura Besakih. pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangungan pelingghinya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusatdari semua pura yang ada di komplek Pura Besakih. Di Pura Penataran Agung terdapat tiga arca atau canddi utama simbol stana dari Tri Murti yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara, dan Dewa Pelebur/  reinkarnasi. Pura Besakih masuk dalam pengusulan situs warisan budaya UNESCO sejak tahun 1995.


Pintu Utama Pura Besakih

Keberadaan fisik bangunan Pura Besakih tidak sekedar menjadi tempat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menurut kepercayaan agama Hindu Dharma yang terbesar penganutnya di pulau Bali, namun di dalamnya memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung. Sebuah gunung tertinggi di Pulau Bali yang di percaya oleh masyarakat Bali sebagai pusat Pemerintah Alam Arwah, Alam Para Dewata yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah Pulau Bali dan sekitar. Sehingga tepatlah kalau lereng Barat Daya Gunung Agung di buat bangunan untuk kesucian umat manusia. Pura Besakih yang bermakna filosofis.






Beberapa dari bangunan Pura yang ada di Pura Besakih

Makna filosofis yang terkandung di Pura Besakih dalam perkembangannya mengandung unsur-unsur kebudayaan yang meliputi sistem pengetahuan, peralatan hidup dan teknologi, organisasi sosial kemasyarakatan, mata pencaharian hidup, sistem bahasa, religi dan kesenian.

Ketujuh unsur kebudayaan itu di wujudkan dalam wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas dan wujud budaya material.


Bangunan Pura Induk

Pura Besakih juga menjadi objek penelitian dengan kehidupan sosial budaya masyarakat yang berada di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali.


Berdasar sebuah penelitian, bangunan fisik Pura BEsakih telah mengalami perkembangan dari kebudayaan pras-Hindu dengan bukti penemuan menhir, pelinggih, gedog dan padmasana sebagai kebudayaan masa Hindu.

Latar belakang keberadaan bangunan fisik Pura Besakih di lereng Gunung Agung adalah sebagai tempat ibadah untuk menyembah Dewa yang dikonsepsikan gunung tersebut sebagai istana Dewa tertinggi.

Satu kebetulan saat kami kesana sedang berlangsung acara ngaben massal dari 100 jenazah, jadi kami dapat menyaksikan ritual ini, upacara ngaben massal adalah upacara pembakaran mayat dengan tradisi Bali, Upacara Ngaben biasanya memakan banyak biaya, untuk yang berasal dari keluarga mampu biaya upacara ngaben tidaklah maslah, namun bagi yang berasal dari masyarakat yang kurang mampu maka ngaben massal adalah solusinya.

Mengapa demikian, karena biaya ngaben yang begitu mahal dapat di biayai dengan swadaya keluarga yang ikut dalam upacara ngaben masal ini.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar