Selasa, 21 Mei 2013

Liburan Berlanjut

Semarang Kota Sejarah

Salah satu kota yang ingin saya datangi adalah Semarang, mengapa saya tertarik untuk mendatangi kota ini dikarenakan di kota inilah salah satu kota yang memiliki toleransi beragama yang cukup baik, demikian juga toleransi antar suku.

Di kota ini antara etnis Tionghoa dengan etnis pribumi cukup terjalin suasana persahabatan yang baik. Kota Semarang merupakan kota pelabuhan, tetapi sayang ketika saya ke Semarang tidak sempat ke pelabuhannya.

Di kota ini juga terkenal dengan seorang pahlawan yang terkenal dari ethnis Tionghoa yakni Laksamana Cheng Ho, maka tak heran di Semarang berdiri Kelenteng yang cukup besar bernama Sam Po Kong, hal inilah yang sangat menarik bagi saya sehingga saya menyelipkan Semarang dalam ittenary saya.

Sebenarnya di tempat yang sekarang berdiri Kelenteng Sam Po Kong adalah bekas tempat petilasan Laksamana Cheng Ho Kelenteng ini terletak di daerah Simongan Dan pada tahun 1900 an kawasan ini di beli oleh saudagar kaya yakni Oey Tjie Sien dan di bukalah untuk umum menjadi tempat beribadat bagi umat Kong Hu Cu saat itu,

Hampir di keseluruhan bangunan bernuansa merah khas bangunan China. Karena kaburnya sejarah, orang Indonesia keturunan China menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng, mengingat bentuknya berarsitektur china sehingga mirip kelenteng. Sekarang tempat tersebut di jadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan serta tempat bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu di letakkan sebuah altar, serta patung Sam Po Tay Djien. Padahal Laksamana Cheng Ho sendiri adalah penganut agama Islam, tetapi bagi mereka di anggap dewa. Hal ini dapat di maklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tao menganggap orang yang telah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.

Pada saat itu saya berangkat dari Jogja pukul 7.00 mengingat lama perjalanan Jogja_Semarang membutuhkan waktu empat jam, saya menggunakan bus dari terminal Gliwangan, saya memilih naik bus ekonomi saat itu, dan ongkos untuk sampai ke Semarang saya di kenai Rp. 25.000, sebelumnya saya sudah bertanya kepada penumpang lain biasa sekitar Rp. 20.000 tapi mengingat saya berangkat ke Semarang tepat saat momment Idul Fitri ya di kenai semacam tuslah.

Di dalam perjalanan biasa namanya juga bus ekonomi berhenti di setiap terminal untuk mencari penumpang dan so pasti banyak seniman jalanannya, tetapi di jalan saya tidak menemukan orang yang berorasi seperti kebanyakan pengamen yang ada di Ibukota Jakarta, saya tidak mengkategorikan mereka sebagai seniman tetapi mereka tukang todong,heheheh, kalau di sini betul mereka adalah seniman yang menjual skill bermain musik mereka dan juga suara mereka, dan sudah pasti pedagang asongan juga silih berganti naik dalam bus menawarkan barang dagangannya.

Dan betul saja saya sampai kota Semarang kurang lebih pukul 10.30, sesuai dengan tujuan saya yang pertama adalah Sam Po Kong  tetapi mengingat bus yang saya tumpangi tidak lewat Sam po Kong maka saya turun di Kawasan Tugu Muda dan dari Tugu Muda ini dekat dengan Lawang Sewu, alhasil saya merubah ittenary saya untuk masuk dahulu ke Lawang Sewu.

Lawang Sewu adalah sebenarnya tidak memiliki pintu seribu buah seberti namanya tetapi karena memiliki jendela yang cukup tinggi-tinggi sehingga masyarakat setempat mengidentikkan dengan pintu. Bangunan ini dibangun pada 1904 dan selesai 1907. Bangunan ini sebtulnya adalah kantor Nederlands-Indische Spoorweg  Maatschappij atau NIS setelah zaman kemerdekaan maka bangunan ini di gunakan sebaga kantor Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT. KAI. Bangunan ini juga pernah di pakai sebagai kantor dari KODAM IV Brawijaya, juga sempat digunakan sebagai Kantor Wilayah Kementrian Perhubungan Jawa Tengah. Lawang Sewu sendiri masuk dalam 102 bangunan bersejarah bagi pemerintah kota Semarang.

Bangunan ini di arsiteki oleh Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh perancangan di kerjakan di Belanda, baru ketika cetak biru selesai di kirimkan ke Indonesia.

Dan Lawang Sewu ini entah mengapa akhirnya bisa menjadi salah satu bangunan mistis bagi masyarakat sekitar, saya tanyakan tidak ada sumber yang dapat mengkonfirmasi berita ini.

Untuk masuk ke Lawang Sewu kita di kenakan tiket Rp. 10.000 yang di kelola oleh PT. Kereta Api Indonesia, dan biasanya ada guide yang akan mengantarkan kita dan bercerita tentang sejarah Lawang Sewu, tetapi saat itu saya memilih tidak memakai guide dan berjalan sendiri untuk melihat seluruh bangunan Lawang Sewu.


Lawang Sewu tampak keseluruhan

Pada saat saya ke sini memang lagi musim liburan jadi banyak pengunjung yang datang ke tempat ini, ada yang penasaran dengan mistis dari bangunan ini, ada juga yang memang datang hanya ingin melihat bukti sejarah seperti saya.

Memang yang membuat saya kagum bangunan ini cukup terawat berbeda dengan situs kota tua yang ada di Jakarta yang kurang terawat. 
Saya yang berangkat sendirian tidak ingin kehilangan moment narsis saya, maka saya mencoba SKSD  (sok kenal sok dekat) dengan pengunjung lain, yang ternyata mereka satu keluarga yang akan mudik dari Jakarta menuju Surabaya tetapi singgah dahulu di Semarang, alhasil saya meminta mereka menjadi fotografer dadakan bagi saya,hehehehheh. 

Inilah beberapa hasil bidikan dari si Bapak sang fotografer.




Hasil Bidikan Sang Fotografer dadakan

Pada saat di sini sang Fotogrrafer saya melihat salah satu enggle foto yang menarik jika di jadikan foto, alhasil inilah dia hasil jepretannya...........



Ruangan dalam Lawang Sewu

Puas melihat dalamnya Lawang Sewu terjawab juga penasaran saya akan bangunan ini, saya melanjutkan perjalanan saya menuju ke Kelenteng Sam Po Kong seperti tujuan semula.  Dari Lawang Sewu saya harus naik bus kota untuk sampai ke Sam Po Kong, dengan ongkos hanya Rp. 2.500 

Setelah tiba di Kelenteng Sam Pokong memang saya cukup kagum ada sebuah kompleks kelenteng yang begitu besar dengan bentuk arsitektur yang benar-benar menggambarkan bangunan khas negri tirai bambu dengan nuansa warna kuning merah yang dominan.

Untuk masuk ke dalam Kelenteng ini di kenakan tarif masuk atau sebagai sumbangan untuk pembangunan kelenteng sebesar Rp. 10.000. Seperti sejarah yang saya jabarkan di atas itulah sejarah kelenteng ini. Saya bilang ini merupakan kompleks kelenteng yang sangat-sangat luas, dan kelenteng ini bukan lagi menjadi tempat ibadah umat Kong Hu Cu tetapi juga menjadi tempat wisata sejarah bagi kita yang ingin tahu tentang sejarah kota Semarang.


Sam Po Kong tampak luar



Bangunan inti Kelenteng Sam Po Kong


Saya di depan tulisan cacing yang saya percaya saja artinya Sam Po Kong, hehehehhehe


Altar Utama



Gua yang dulu menjadi tempat peristirahatan Laksamana Cheng Ho masih ada sampai saat ini


Saya dengan patung singa.

Puas melihat isi kelenteng secaara keseluruhan, saya pun bergegas meninggalkan kelenteng Sam Po Kong untuk menuju ke Kawasan Kota Lama Semarang dan juga Tugu Nol kilimeter.

Kawasan Kota Lama dan Tugu Nol Kilometer berlokasi secara berdekatan sehingga bisa saya sekalikan jalan.

Pertama yang saya tuju adalah Nol Kilometer Semarang dulu, berbeda dengan kawasan nol kilometer di jogja yang syarat dengan bangunan-bangunan yang menjadi monumental, Tugu Nol Kilometer kota Semarang hanyalah biasa saja, tidak begitu istimewa, hanya sebuah taman dengan sebuah batas kota yang sering saya lihat di Jakarta sebagai penanda batas wilayah antar kotamadya.

Kota Lama Semarang adalah suatu kawasan yang pada abad 19-20 menjadi pusat perdagangan dan bisnis, dahulu di kawasan ini di bangun sebuah benteng yang bernama benteng vijhoek, tetapi degan seiring berjalannya waktu saat ini benteng tersebut sudah tidak ada bekasnya lagi.

Luas kawasan ini kurang lebih 31 hektare, di lihat dari letak geografisnya kota ini terpisah dengan daerah  lainnya, sehingga terlihat seperti kota sendiri, sehingga kawasan ini mendapat julukan "litlle Netherland" Di kawasan ini ada sekitar 50 bangunan tua zaman kolonial Belanda yang sempat menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.

Di kawasan ini juga terkenal denga satu gereja yang sampai detik ini masih ada yakni gereja Blendhuk, kenapa di namakan gereja blendhuk, karena bangunan gereja ini memiliki semacam kubah yang berbentuk seperti setengah lingkaran oleh karena itulah maka gereja ini di namakan gereja Blendhuk.,selain gereja Blendhuk di kawasan kota lama juga ada kantor Bank Exim dan juga kantor Djakarta Lloyd, juga kantor PELNI.


Jembatan Kota Lama Semarang


Bangunan Djakarta Lloyd



Tugu Nol Kilometer Semarang

Puas menikmati Kota Lama Semarang, maka saya memutuskan untuk kembali ke penginapan mengingat waktu juga sudah sore.

Demikianlah one day trip saya di kota pelabuhan di Jawa Tengah yaang menjadi ibu kota provinsi Jawa Tengah ini, kota yang menyimpan banyak sejarah.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar