Rabu, 29 Mei 2013


The Last Day in Bali

Hari ini adalah hari terakhir saya di Pulau Dewata, mengingat jam bus yang akan membawa saya pulang kembali ke Bandung baru berangkat pada pukul 11 siang, maka saya memutuskan meminta Bli Surya dan Wawan untuk jalan ke Tanah Lot karena mengingat lokasinya yang relatif cepat untuk di tempuh. Kami berempat, yakni Bli Surya, Wawan, Furqan dan saya, untuk menuju kesini kami berjalan menuju ke utara Pulau Bali, kurang lebih satu jam perjalanan dari Denpasar.

Tiket masuk ke Tanah Lot yakni sebesar Rp. 15.000 per orang dan motor Rp. 5.000

                                            
                                        

Gapura meuju ke Pantai Tanah Lot


Tanah Lot berasal dari kata tanah yang berada di laut, sebutan ini memang sangat pas dengan pemandangan tanah lot, di atas karang itu ada sebuah Pura yang menjadi tempat favorit untuk menikmati sunset bali yang indah, Tanah Lot sendiri mempunyai sejarah yang menarik untuk di telusuri, konon pada masa lampau ada seorang bangsawan yang bernama Hyang Dwi Jendra beliau sangat dihormati raja dan para penduduk, dia menjadi guru spiritual yang banyak mengajarkan tentang kemakmuran dan tentang masalah-masalah yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari              
                                      


Di dekat pasar Tanh Lot




Selain itu juga beliau juga terkenal dengan sebutan Dharma Yatra, banyak sebutan utntuk dirinya, di daerah Lombok sendiri beliau mempunyai sebutan Tuan Semeru yang bisa diartikan guru dari gunung Semeru, beliau datang ke Bali pada abad ke-15, beliau sangat di hormati dan disegani tak terkecuali raja yang berkuasa saat itu yaitu Raja Dalem Waturenggong sangat menaruh hormat pada beliau, selain mengajarkan dharma beliau juga membangun tempat ibadah, sedangkan sejarah adanya pura di atas batu karang berawal saat beliau mengajarkan ajaran dharma saat itu beliau melihat sinar suci dari arah ternggara dan beliau menemukan mata airdan tak jauh dari mata air itu beliau menemukan karang yang berbentuk burung beo besar yang di sebut Gili Beo, gili dalam bahasa Bali berarti batu karang dan beo berarti burung jadi bisa diartikan batu karang yang berbentuk burung beo.



Setelah penemuan itu akhirnya beliau mebangun tempat untuk meditasi dan tempat pemujaan untuk dewa laut, beliau juga mengajarkan ajaran-ajaran untuk para penduduk sekitar yang pada saat itu menganut monotheisme, lambat laun ajaran dharma beliau bisa mengubah ajaran yang mereka anut selama ini dan mengusir Dang Hyang Niratha yang selama ini memimpin penduduk itu, dang hyang niratha tidak tinggal diam dengan pengusiran itu dengan kekuatan spiritualnya dia memindahkan batu karang itu ketengah laut guna menghalangi para penduduk desa yang mengejarnya dan dengan selendangnya di ciptakan ular-ular sebagai pelindung tempat itu.

                                   


                                     
Pantai Tanah Lot

Sebelum pergi dang hyang niratha memberikan keris yang di beri nama Ki Baru Gajah yang terkenal keampuhannya dan kesaktianya, saat ini keris itu di simpan di puri Kediri dan untuk menghormati dan mengenangnya setiap 210 tahun sekali di tempat ini diadakan acara Upacara Plodalan dan pada hari besar kuningan para penduduk akan berjalan 11 KM pulang pergi menuju pura luhur pekendungan 300 KM dari Pura Tanah Lot.
Tanah Lot sekarang ini menjadi salah satu tempat favorit para wisatawan baik itu mancanegara dan domestik, laut disekitar tanah lot memang besar ombaknya sehingga para pengunjung memang harus berhati-hati dan satu lagi jika berkunjung ke tempat ini harus berpakaian sopan dan tidak berkata-kata kotor, apalagi melakukan perbuatan yang tidak senonoh karena tempat ini merupakan tempat yang dianggap suci dan keramat.




Pantainya cukup tenang airnya, dan cukup asri, yang menjadi daya tarik adalah ular yang menjaga Pura Tanah Lot, untuk melihat ular ini kita di mintai sumbangan sukarela untuk makan ular dan sang pawang
                                     

Salah satu spot di Tanah Lot


Holly Snake yang di percaya oleh masyarakat sekitar sebagai penjaga Pura Tanah Lot

Ular ini berdasarkan cerita si pawang dipercaya sebagai penjaga pura tanah lot, dan ular ini ketika air pasang di biarkan berkeliaran begitu saja tetapi anehnya ular ini akan kembali kelubangnya apabila air sudah surut.


Salah Satu Toko Cinderamata  

Mengingat saya belum membeli oleh-oleh utnuk keluarga saya juga mampir ke toko Agung Bali yang ada di depan kompleks Tanah Lot ini, saya membeli kopi Bali seharga Rp. 20.000 per 100 gr nya juga membeli beberap souvenir dan accesories untuk keponakan-keponakan saya start dari harga Rp. 5.000 cukup terjangkau bukan?


Toko Agung Bali







Prasasti peresmian Pura Agung Tanah Lot oleh Presiden Megawati

Setelah puas melihat Tanah Lot, maka kami putuskan untuk kembali ke Denpasar, mengingat bus saya akan berangkat pada pukul satu siang, tetapi sebelum kami pulang kami sempat mampir untuk makan nasi campur khas Bali yang membuat saya penasaran, karena kata Bli Surya kalau kita mengunjungi Bali tetapi tidak makan nasi campur maka kita belum ke Bali, namun nasi campur ini bagi umat Muslim tidaklah halal, karena mengandung daging babi, harga seporsi nasi campur kplit adalah Rp. 38.000 cukup lumayan terjangkau karena dagingnya lumayan banyak dan rasanya kalau saya boleh meminjam istilah Pak Bondan itu TOP MARKOTOP, Maknyussssss.



Nasi Campur dekat Tanah Lot

Selesai makan maka saya diantar menuju ke terminal Ubung untuk berangkat ke Pulau Jawa kembali, berat rasanya berpisah dengan teman-teman yang masih akan eksplore Bali, tetapi mengingat waktu liburan saya sudah habis, dan masih harus menyelesaikan tugas kantor maka saya putuskan untuk pulang lebih dulu, saya putuskan untuk membuang tiket pulang saya yang sudah saya pesan dan memutuskan pulang dengan bus, meskipun saat tu saya naik Bus Kramat Djati dengan harga yang hampir dua kali lipat di banding hari biasa, karena saya membelinya on the spot langsung, yakni sebesar Rp. 550.000, tetapi busnya cukup nyaman hanya ada 32 orang penumpang dalam satu bus besar ini.


Pemandangan laut bali dari atas ferry


Bus Kramat Djati yang membawa saya pulang sampai Bandung

Perjalanan kurang lebih saya tempuh selama tiga puluh enam jam dan akhirnya sampai di Bandung kembali dan siap untuk bekerja demi selembar tiket liburan kembali. 




Sabtu, 25 Mei 2013

Pulau Dewata Part III
Pasar Sukowati, Istana Tampak Siring, Guung Batur, Danau Kintamani, Pura Besakih

Mengingat ini adalah hari terakhir untuk Budi dan Yanti di pulau Bali, maka kami berniat untuk menuju Pura terbesar yang ada di Bali yang jarang bagi wisatawan untuk mengunjunginya.

Karena dari zaman saya Sekolah Dasar saya sudah pernah mendengar tentang Pura Besakih yang merupakan Pura terbesar di Bali mebuat saya penasaran akan kemegahan Pura ini, karena untuk sampai ke Pura besakih kita akan melewati beberapa objek wisata antara lain tirta empul. Istana Tampak Siring, Danau Kintamani dan Gunung Batur maka kita putuskan untuk singgah di tempat-tempat tersebut.

Tetapi seblum kita kesana kami memutuskan untuk membeli oleh-oleh buat kami bawa ke tempat kami masing-masing, karena terkenal dengan murahnya di beberapa blog yang kami baca maka kami putuskan untuk mencari oleh-oleh di Pasar Sukowati.

Pasar ini terletak di Kabupaten Gianyar, Bali. Pasar ini terletak kurang lebih 20 KM dari kota Denpasar. Bila kita berjalan dari Kuta maka kita tinggal lurus saja menuju ke arah timur laut Denpasar mengikuti petunjuk jalan kita pasti sampai.

Pasar Seni Sukawati ada tiga tempat yakni Pasar Seni Sukawati I, Pasar Seni Sukawati II, dan Pasar Seni Sukawati III. Pasar Sukowati sebenarnya tidak berbeda dengan pasar tradisional lainnya di kota-kota lain, pasar ini menjual kebutuhan sehari-hari, namun selain menyediakan kebutuhan sehari-hari di pasar ini juga menyediakan cinderamata dari mulai gantungan kunci, lukisan serta kerajinan tangan tersedia disini,dan juga makanan khas Bali yang dapat di jadikan oleh-oleh, memang di Pasar ini perlu keahlian tawar menawar dibandingkan kita membeli di Krisna atau di Bali Agung yang sudah tertera label di semua jenis barangnya dan tidak ada lagi proses tawar menawar. Pasar ini buka dari mulai jam 8 pagi sampai dengan pukul 6 sore, untuk Anda yang pertama kali berkunjung ke pasar ini saya sarankan untuk menawar barang yang di tawarkan oleh si penjual paling tidak 50 persennya dan kemungkinan besar masih di berikan oleh si penjual, jadi jangan mau kita di bodoh-bodohi oleh bangsa kita sendiri.

Kami pun mulai blusukan kedalam pasar untuk mencari barang-barang yang sudah ada di dalam list kami untuk menjadi oleh-oleh, saya memilih untuk membeli udeng-udeng khas bali untuk menjadi kenang-kenangan bagi saya pribadi, dan juga beberapa gantungan kunci untuk kawan-kawan di kantor dan di gereja, saya juga membeli kacang Bali untuk keluarga. Harga yang saya dapatkan memang relatif murah karena saya sadis menawarnya.



                                      

Pasar Sukawati




Toko saya membeli oleh-oleh, dan di toko ini saya cukup tertrik dengan yang jadi pelayan tokonya karena mencerminkan khas gadis Bali.

serlah semua mendapatkan barang-barang yang di cari kami langsung melanjutkan perjalanan, tujuan kami pertama adalah Istana Tampak Siring, Istana Tampak Siring adalah salah satu Istana Kepresidenan Republik Indonesia, istana ini dibangun setelah zaman kemerdekaan Indonesia yang terletak di Desa Tampak Siring, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar Bali.

Nama Tampak Siring berasal dari bahasa Bali yang berasal dari dua suku kata yakni "tampak" yang berarti telapak, dan "siring" yang berarti miring


Saya di depan Wisma Merdeka

Konon menurut sebuah legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, namun sayangnya ia bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh rakyatnya menyembah dia. Akibat dari tabiat Mayadenawa itu. Batara Indra marah dan mengirimkan bala tentaranya. Mayadenawa pun lari masuk hutan. Agar para pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya. Dengan begitu dia berharap para pengejarnya tidak mengenali telapak kakinya.


Lima Sekawan Di depan Istana Tampak Siring


Namun demikian, ia dapat juga tertangkap oleh para pengejarnya. Sebelumnya ia dengan sisa kesaktiaany berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan banyak kematian para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air tersebut. Batara Indra kemudian menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun yang kemudian bernama "Tirta Empul" (air suci). Kawasan hutan yang dilalui raja Mayadenawa dengan berjalan sambil memiringkan telapak kakinya itu terkenal dengan naa Tampaksiring.

Istana ini berdiri ata prakarsa Presiden Soekarno yang menginginkan adanya tempat peristirahatan yang hawanya sejuk jauh dari keramaian kota, cocok bagi Presiden Republik Indonesia beserta keluarga maupun bagi tamu-tamu negara.

Arsitek dari Istana Tampak Siring ini adalah R.M Soedarsono dan istana ini di bangun secra bertahap. Komplek Istana Tampaksiring terdiri atas empat gedung utama yaitu Wisma Merdeka seluas 1. 200 M dan Wisma Yudistira seluas 2.000 M dan ruang serbaguna. Wisma Merdeka dan Wisma Yudhistira  adalah bangunan yang pertama kali dibangun yaitu pada tahun 1957. Pada tahun 1963 semua pembangunan selesai yaitu dengan berdirinya Wisma Negara dan Wisma Bima.

Lima Sekawan dengan pose yang berbeda, hahahahaha

Perjalanan pun kami lanjutkan menuju Gunung Batur dan Danau Batur yang berada di daerah Kintamani juga. Untuk melihat pemandangan yang bagus kami disarankan untuk melihatnya dari jam 9 pagi sampai pukul 3 sore, maka kami pun berangkat pada waktu yang disarankan. 


Gunung Batur

Gunung Batur merupakan gunung tertinggi kedua di Pulau Bali setelah Gunung Agung. Gunung ini masih aktif sampai saat ini, mempunyai kaldera yang dianggap sebagai salah satu kaldera terbesar dan terindah di dunia. Kaldera ini terbentuk setelah dua letusan besar yang terjadi puluhan ribu tahun lalu.

Kintamani yang terletak di dataran tinggi memiliki hawa sejuk. Selain Gunung Batur terdapat pula Danau Batur yang memiliki pemandian air panas yang diyakini masyarakat setempat dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Mata air tersebut berasal dari Gunung Batur. Menelusuri Danau Batur kita dapat menemukan Desa Trunyan yang berbeda daripada kebudayaan pesisir menjadi daya pikat tersendiri. 


Danau Batur

Tidak hanya Gunung dan Danau Batur yang menjadi daya pikat pemandangan yang layaknya lukisan. Kintamani juga terkenal karena memiliki ras anjing yang sangat terkenal yakni anjing Kintamani yang terkenal itu.

Untuk menyebrang ke Desa Trunyan kita dapat menggunakan perahu dan biasa di pandu oleh guide orang lokal. Di Desa Trunyan kita dapat melihat pengawetan mayat yang begitu rupa sehingga mayat yang sudah berhari-hari pun tidak tercium bau busuk sama sekali.

Saya dan Gunung Batur

Ongkos perahu saat itu kami dimintai sebesar Rp. 300.000 per perahu atau sekitar Rp. 50.000 per orang, tetapi ada salah satu dari teman kami yang tidak mau ikut, maka kami batalkan rencana kami untuk kedesa Trunyan, untuk masuk ke kawasan wisata Kintamani kita di kenakan biaya Rp. 15.000 per orang.

Perjalanan pun kami lanjutkan untuk menuju Pura Besakih yang merupakan Pura Terbesar di Bali, untuk mencapai pura ini tidaklah mudah, orang-orang setempat sempat mengatakan kalau kami tidak memiliki hati yang bersih dan tulus akan susah mencapai kesana. Memang saya pun melihat medan yang kami lewati cukuplah lumayan jauh dan berkelok-kelok menambah adrenalline kami terpacu. Pura ini terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem Bali. 


Pelataran Depan Pura Besakih

Kami pun akhirnya sampai di Pura Besakih ini, untuk masuk ke Pura ini kita di mintai karcis sebesar Rp. 10.000 per orang, tetapi karena saya tidak memakai celana panjang, maka saya di wajibkan untuk sewa kain agar dapat masuk ke dalam Pura mengingat ini merupakan tempat ibadah bagi umat Hindu maka harus sopan. Untuk sewa kain saya dikenai biaya tambahan sebesar Rp. 10.000, dan ketika kami masuk ke Pura ini kami akan ditemani oleh seorang guide yang akan menceritakan sejarah mengenai Pura besakih ini, mereka adalah penduduk lokal sekitar pura, dan untuk tarifnya mereka tidak mematok tarif hanya sukarela saja.

Tangga Menuju Komplek Pura


Komplek pura besakih ini terdiri dari satu Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan delapan belas Pura Pendamping ( satu Pura Basukian dan tujuh belas Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kali di terimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Rsi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Diantara Pura-Pura yang termasuk dalam komplek Pura Besakih. pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangungan pelingghinya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusatdari semua pura yang ada di komplek Pura Besakih. Di Pura Penataran Agung terdapat tiga arca atau canddi utama simbol stana dari Tri Murti yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara, dan Dewa Pelebur/  reinkarnasi. Pura Besakih masuk dalam pengusulan situs warisan budaya UNESCO sejak tahun 1995.


Pintu Utama Pura Besakih

Keberadaan fisik bangunan Pura Besakih tidak sekedar menjadi tempat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menurut kepercayaan agama Hindu Dharma yang terbesar penganutnya di pulau Bali, namun di dalamnya memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung. Sebuah gunung tertinggi di Pulau Bali yang di percaya oleh masyarakat Bali sebagai pusat Pemerintah Alam Arwah, Alam Para Dewata yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah Pulau Bali dan sekitar. Sehingga tepatlah kalau lereng Barat Daya Gunung Agung di buat bangunan untuk kesucian umat manusia. Pura Besakih yang bermakna filosofis.






Beberapa dari bangunan Pura yang ada di Pura Besakih

Makna filosofis yang terkandung di Pura Besakih dalam perkembangannya mengandung unsur-unsur kebudayaan yang meliputi sistem pengetahuan, peralatan hidup dan teknologi, organisasi sosial kemasyarakatan, mata pencaharian hidup, sistem bahasa, religi dan kesenian.

Ketujuh unsur kebudayaan itu di wujudkan dalam wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas dan wujud budaya material.


Bangunan Pura Induk

Pura Besakih juga menjadi objek penelitian dengan kehidupan sosial budaya masyarakat yang berada di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali.


Berdasar sebuah penelitian, bangunan fisik Pura BEsakih telah mengalami perkembangan dari kebudayaan pras-Hindu dengan bukti penemuan menhir, pelinggih, gedog dan padmasana sebagai kebudayaan masa Hindu.

Latar belakang keberadaan bangunan fisik Pura Besakih di lereng Gunung Agung adalah sebagai tempat ibadah untuk menyembah Dewa yang dikonsepsikan gunung tersebut sebagai istana Dewa tertinggi.

Satu kebetulan saat kami kesana sedang berlangsung acara ngaben massal dari 100 jenazah, jadi kami dapat menyaksikan ritual ini, upacara ngaben massal adalah upacara pembakaran mayat dengan tradisi Bali, Upacara Ngaben biasanya memakan banyak biaya, untuk yang berasal dari keluarga mampu biaya upacara ngaben tidaklah maslah, namun bagi yang berasal dari masyarakat yang kurang mampu maka ngaben massal adalah solusinya.

Mengapa demikian, karena biaya ngaben yang begitu mahal dapat di biayai dengan swadaya keluarga yang ikut dalam upacara ngaben masal ini.







Backpacker on Pulau Dewata (Part Two)
 Garuda Wisnu Kencana, Pantai Uluwatu, Pantai Suluban, Pantai Dream Land.

Hari kedua kami di Pulau Bali sebenarnya tujuan kami ingin melihat sunrise, tapi apa daya kami bangun kesiangan, jadi kami tidak jadi melihat sunrise, tujuan kami hari ini adalah menjelajahi sisi selatan dari pulau Bali, setelah melihat ittenary sebenarnya tujuan kami hari ini adalah hanya pantai Dreamline, tetapi Wawan menyarankan pada kami untuk sekalian mampir ke arah Garuda Wishnu Kencana karena memang searah, jadi kami sepakat untuk kesana.

Tetapi sebelum kami kesana kami harus tukar motor sewaan karena yang kami sewa kemarin gak nyaman untuk di kendarai. Setelah berkeliling beberapa rental maka kami mendapatkan motor Vario yang kondisinya masih bagus, mengapa kami memilih motor yang kondisinya masih sehat karena perjalanan kami akan naik. Dan tepat pukul 10 kami berangkat dari homestay kami. Tujuan pertama kami adalah Garuda Wisnu Kencana, di tempat ini biasa di adakan pertunjukkan tari Kecak yang merupakan tarian khas Bali.





Saya di depan Garuda Wisnu Kencana


Saya, Furqan, Budi

Kami melanjutkan perjalanan kami kembali, namun sebelum itu kami sempat mampir di satu warung untuk makan siang. Kami yang kebetulan non Muslim sebenarnya ingin makan Nasi Campur tetapi mengingat ada Furqan dan Otto yang Muslim maka kami mencari warung makan yang juga menyediakan makanan halal, dan akhirnya kami menemukannya juga, jadi saya, Yanti, Wawan, Budi makan nasi campur, sedang Otto dan Furqan makan nasi goreng.

Setelah perut terisi kami bak mendapatkan semagat baru, maka kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai Suluban, memang jalan menuju ke pantai ini cukup kecil dan rumit tapi karena sebelumnya Otto sudah pernah kesini sebelumnya maka bagi kami tak sulit untuk sampai ke pantai Suluban ini, Pantai ini sebetulnya tidak terlihat kalau kita akan menuju pantai, karena pantai ini ada di balik karang, untuk sampai di pantainya kita seolah-olah masuk ke dalam karang yang besar dan menuruni tangga yang cukup curam dan licin. Saya sempay kesulitan ketika menuruni batu karang yang licin harus ekstra hati-hati. Tetapi itu semua terbayar ketika saya melihat laut yang berada di balik karang tersebut, laut yang bersih dengan bebatuan yang di penuhi dengan alga, pasir yang putih dan ombak yang cukup kencang membuat saya berkata "this is the hidden paradise"

Pantai ini merupakan surga bagi para surfer, karena pantai ini benar-benar memiliki ombak yang cukup besar, warga setempat sebenarnya mengenal pantai ini dengan pantai Uluwatu yang dikarenakan jarak pantai ini berdekatan dengan Uluwatu<dan airnya yang masih jernih membuat saya masih dapat melihat terumbu karang, tetapi hati-hati jika kita berenang di pantai ini karena masih banyak ubur-ubur yang berkeliaran. Saat berenang sambil menonton para peselancar bermain-main dengan ombak dan papan selancarnya akan menjadi pemandangan yang tak terlupakan.

Bagi kami yang pertama kali menuju ke Pantai Suluban yang terletak di desa Pecatu ini tidaklah sulit, karena kami hanya perlu mengikuti jalan raya dari Jimbaran menuju ke uluwatu pasti akan melewati pantai ini. Pantai ini juga terkenal dengan pantai Blue Point bagi para bule.Untuk masuk pantai ini sama seperti kebanyakan pantai di pulau Bali tidak perlu bayar, kita hanya perlu membayar parkir sebesar Rp. 3.000 saja. Pantainya berjarak 200 meter dari tempat parkir.

                                       

Benar-benar keren ini pantai

                                             


                                     

Saya dan Furqan di dalam salah satu karang yang ada di Pantai Suluban

                                   

Saya berphose dengan latar belakang Pantai Suluban yang indah.


Puas bermain air di Pantai Suluban kami melanjutkan perjalanan menuju ke Uluwatu, Pura ini juga terletak di desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Badung.Pura ini berada di atas batu karang yang terjal dan menjorok ke laut. Pura ini merupakan Pura Sad Kayangan yang di percaya oleh umat Hindu sebagai penyangga dari sembilan mata angin. Pura ini pada mulanya digunakan menjadi tempat memuja seorang pendeta sudi dari abad- 11 bernama Empu Kuturan. ia menurunkan ajaran Desa Adat dengan segala aturannya. Pura ini juga di pakai untuk memuja pendeta suci berikutnya yaitu Dang Hyang Niratha, yang datang ke Bali pada tahun 1550 dan mengakhiri perjalanan sucinya dengan apa yang di namakan Moksah atau Ngeluhur di tempat ini. Kata inilah yang menjadi asal nama Pura Luhur Uluwatu.

Pura Uluwatu ini berada di ketinggian 97 Meter dari permukaan laut, dan ketika kita ingin masuk kedalam pura ini kita akan melewati hutan kecil yang berfungsi menyangga kesucian, sebetulnya kompleks ini memiliki enam pura, yakni adanya satu pura induk dan lima pura anak. Dewa yang di sembah di pura ini adalah Dewa Rudra. Pantai ini menjadi terkenal juga karena kerap diadakan acara selancar kelas internasional. Untuk masuk ke Pura ini kita di kenakan biaya Rp. 15.000 perorang, dan kita akan di pakaikan kain berwarna ungu sebagai lambang kesucian untuk masuk ke Pura Uluwatu. Seperti saat kita memasuki Borobudur.



Inilah kera yang menjadi penhuni hutan penyangga di Pura Uluwatu


Uluwatu dan Laut yang sebetulnya juga sama dengan Pantai Suluban


Me at Uluwatu



Saya dan Yanti juga beberapa bule asal Kostarika



Pintu masuk Pura, saat ini saya bepose dengan salah seorang pandita


Saya denga Mark n Yosephine turis asal Netherland yang berkunjung ke Uluwatu juga



Saya, Wawan dan Yanti

Setelah puas berkeliling area Pura Uluwatu dan mengingat waktu sudah sore, maka kami pun melanjutkan perjalanan menuju pantai Dream Land untuk melihat sunset.

Pantai Dreamland juga masih berada di sebelah selatan Bali, dan juga masih di daerah Pecatu. Atau berjarak 35 kilometer dari Kuta. Pantai Dreamland dikelilingi oleh tebing-tebing yang menjulang tinggi dan juga di kelilingi batu karang yang lumayan besar di sekitar pantai. Lokasi pantai ini sebenarnya berada di dalam Kompleks Bali Pecatu Indah yakni hanya berjarak 30 menit dari Pantai Kuta.

Pantai Dreamland sendiri mirip dengan Pantai Kuta. Memiliki pasir putih dan celah karang yang terjal menjadi pemandangan yang indah untuk di pandang. Lokasi berpasir putih bersih di pantai sempit tepat di bawah dinding karang curam sangat cocok untuk untuk menikmati matahari tenggelam atau hanya sekedar menyaksikan aksi para peselancar. Ombaknya yang tinggi dan besar banyak di nikmati oleh para penggemar olahraga selancar air.

Asal usul nama Dreamland dikarenakan dulu di area ini sempat terdapat sebuah proyek perumahan dan obyek wisata. Namun proyek tersebut terhambat dan terbengkalai sedangkan para penduduk desa Pecatu yang dulunya hidup sebagai petani sangat berharap proyek selesai dan mereka bisa menekuni bisnis lain di bidang pariwisata. Karena itulah lahan di sekitar pantai di sebut dengan Dreamland (tanah impian).

Pantai ini hanya memiliki luas kurang lebih 200 M. Awalnya tempat ini adalah lahan yang kering dan tandus di era zaman pemerintahan Suharto kawasan ini direncanakan di jadikan kawasan wisata super mewah yang di padukan dengan pemukiman yang mengedepankan keselarasan dengan lingkungan.

Rencan ini sempat berjalan namun di karenakan krisis moneter tahun 1998, mega proyek ini terbengkalai. Ketika kita mau turun ke arah pantai kita akan melihat tebing batu yang di atas nya terdapat padang rumput yang cukup tinggi. Banyak wisatawan baik lokal maupun macanegara ke tempat ini hanya sekedar melihat rumput ini. Dengan letaknya yang berada di balik karang pantai ini sangat cocok bagi kita yang ingin menjaga privasi, terdapat beberapa fasilitas di pantai ini, mulai dari villa, resort, tempat belanja, mall hingga lapangan golf. Di sepanjang pantai juga banyak cafe-cafe dan juga penjual souvenir.

Sayang ketika berkunjung ke pantai ini kamera saya powernya sudah mati sehingga tidak banyak gambar yang saya abadikan.





Sunset di Pantai Dreamland

Perjalanan kami hari ini di tutup dengan sunset di Dream Land, dan kami kembali ke home stay kami untuk beristirahat karena besok kami akan menuju ke Pura Besakih, ikuti petualangan saya selanjutnya..... To be Continue Guys.


















Kamis, 23 Mei 2013

Pulau Dewata Part One

Bali I'm Comming

Setelah kurang lebih satu minngu saya berada di Jogja dan Jawa Tengah maka tujuan utama kami selanjutnya adalah Pulau Dewata Bali, ini adalah pengalaman saya pertama kali menyebrang dari pulau Jawa, suatu pengalaman yang takkan saya lupa seumur hidup. Saat itu kami bertiga, yakni saya, Yanti dan juga Budi, sebenarnya tiket saya saat itu yang saya beli dari Bandung hanyalah tiket Surabaya - Banyuwangi, tetapi tiket Jogja-Banyuwanginya saya belum dapat karena SOLD OUT, maka ya saya putuskan saja membeli tiket Jogja-Surabaya, dengan prediksi terburuk andai kata saya tidak dapat tiket ke Banyuwangi minimal saya sudah sampai Surabaya dan jadi tetap bisa backpacking di Surabaya.

Tetapi ternyata Tuhan berkehendak lain (Terima kasih ya Tuhan, dengan gaya Baim) saya mendapatkan tiket dengan kejadian unik, kami kan mau berangkat ke Banyuwangi bertiga, eh pas sampai Stasiun Lempuyangan Jogja untuk beli tiket sebenernya tiket benar sudah SOLD OUT semua, tetapi saat saya antri di loket pas di depan saya ada seorang bapak yang ingin mengembalikan tiket karena mereka batal ingin mudik karena sang istri sakit, dan tiket itu untuk tujuan Banyuwangi,dan yang saya bingung jumlahnya pas tiga, alhasil saya langsung ganti nama saja tiket itu dengan nama kami bertiga, dan saya berteriak dengan teman-teman akhirnya bisa juga kita ngebolang ke Pulau Dewata. Tiga tiket tersebut kami tebus dengan hanya biaya sebesar Rp. 135.000 sebenarnya harga tiketnya hanya Rp. 38.000 per orang tetapi karena kami ganti nama maka kami dikenakan biaya sebesar dua puluh lima persen yakni Rp. 9.500 jadi harga tiket yang harus kami bayar untuk menebus tiket kami bertiga hanya sebesar Rp. 142.500.

Kami berangkat dengan menggunakan kereta Sri Tanjung, tepat pukul 7.00 pagi kereta ini berangkat menuju Banyuwangi, suatu perjalanan yang cukup manis karena di lakukan pada siang hari jadi kami masih dapat melihat suasana jalan dan pemadangan sekitar Di dalam kereta kami ngobrol dan sesekali kami tidur, dan di dalam kereta ini banyak orang yang berjualan, kami sempat membeli nasi pecel hanya seharga Rp. 5.000 murah bukan.

                                                 

Saya narsis di dalam kereta.

Akhirnya kereta yang kami tumpangi merapat di Stasiun Banyuwangi Baru tepat seperti yang tertera di tiket kami yakni pukul 21.55, dan kami langsung berjalan menuju ke pelabuhan Ketapang Banyuwangi, yang hanya berjarak kurang lebih 1 KM, dan di Stasiun Banyuwangi ini kedua teman saya sempat juga membeli tiket untuk mereka pulang, saya sempat ingin membeli tetapi saya teringat dengan tiket yang saya sudah pesan kepada teman saya yang akan joint juga untuk kali ini yakni Furqon jadi saya urungkan niat saya untuk membeli tiket bareng Budi dan Yanti.


Budi dan Yanti narsis di depan KA Sri Tanjung yang dengan sukses membawa kami sampai ke ujung pulau Jawa


Sekarang gantian saya yang narsis hehehehe



Pelabuhan Ketapang Banyuwangi

Setelah sampai Pelabuhan Ketapang kami membeli tiket untuk menyebrang, ternyata harga tiketnya cukup murah hanya Rp. 6.000. Dengan jarak tempuh kurang lebih satu jam. Selama di dalam kapal kami berkeliling di dalam kapal, meskipun saya sempat mabuk laut tapi saya tetap menikmati perjalanan ini dan tak mau kehilangan momment.




Suasana di Cafe Kapal Laut

Ternyata di dalam kapal ini pun menyediakan cafe dan live music sehingga kami para penumpang tidak merasa jemu, dan setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, maka kapal bersandar di pelabuhan Gilimanuk, Denpasar, Bali. Akhirnya untuk pertama kali menjejakkan kaki di Pulau Dewata. Dan ketika kami turun dari Kapal, kami melakukan pengecekan ata identitas kami, hal ini di lakukan untuk mencegah kecolongan ketika tragedi Bom Bali I dan Bom Bali II jadi hanya yang memiliki identitas jelas saja yang dapat masuk ke Bali. Setelah pengecekan identitas kami melanjutkan perjalanan ke terminal Ubung Denpasar dengan naik bus, banyak calo yang menarik-narik kami untuk naik bus mereka, sampai akhirnya kami pun tawar menawar dengan mereka, kami yang sudah lumayan ngantuk dan lelah ya terpaksa mengiyakan ongkos ke Denpasar sebesar Rp. 25.000 per orang, dan di dalam bus kami tertidur dan baru di bangunkan oleh sang kondektur saat bus masuk ke terminal Ubung Denpasar, dan sampai terminal kami menunggu Wawan yang akan menjadi guide kami selama di Bali.

Sambil menunggu Wawan datang kami juga menunggu Otto kawan kami yang juga akan joint dengan kami yang kebetulan naik bus dari Malang, sambil menunngu Otto maka kami ngopi dan menikmati nasi khas bali yakni nasi Jinggo, tak berbeda dengan nasi kucing, porsinya kecil tapi nasi jinggo nasinya adalah nasi kuning. Satu bungkusnya seharga Rp. 2.500 ya lumayan untuk mengenyangkan perut kami yang kebetulan sudah berasa lapar karena pagi.

Dan ketika pukul 6 pagi maka Wawan baru menjemput kami untuk menuju ke daerah Sesetan Denpasar yang akan menjadi home stay kami selama kami ada di Bali.

Karena perjalanan yang cukup melelahkan dari Jogja sampai Bali yang kurang lebih memakan waktu 24 jam maka kami cukup lelah dan memutuskan untuk istirahat dan tidur dulu dan baru nanti siang kami eksplore Bali.

Setelah istirahat yang cukup, dan kami mandi maka kami memutuskan untuk sewa motor, untuk sewa motor di Bali tidaklah susah dengan jaminan KTP dan uang sewa di bayar di muka maka motor pun siap di bawa oleh kita. Mengingat kami ada 3 orang maka kami putuskan untuk sewa selama 3 hari dan kami bayar Rp. 150.000 per motor. dan itu kami bagi berdua tiap motornya dan dengan bensin kami estimasikan Rp. 20.000 per hari.

Setelah motor di tangan maka yang menjadi tujuan kami tentunya adalah pantai, maka kami putuskan untuk ke Pantai Kuta, pantai yang menjadi markasnya turis baik mancanegara maupun turis domestik seperti kami, baik wisatawan dengan alla koper maupun wisatawan dengan gaya ransel seperti kami. Karena di tempat ini terdapat banyak sekali penginapan yang dapat kita temui di daerah Poppies Lane.

Untuk mausk ke pantai Kuta tidak ada restribusi apapun alias GRATIS. Di pantai ini kami bermain air sampai sore.

Sebenarnya kami tidak berniat untuk berenang di pantai Kuta ini, tetapi melihat orang-orang pada berenang adrenaline kami terpancing untuk ikut merasakan deburan ombak. Dan akhirnya kami semua ikut berenang.



Suasana Pantai Kuta yang bersih sekali, dan saya suka dengan viewnya.


Masih di Pantai Kua


Para wisatawan macanegara menikmati Pantai Kuta juga.


Untuk berselancar ombak Pantai Kuta juga asik......


Cool banget kan gaya saya di sini........ like my pose

Puas dengan ombak di Pantai Kuta kami pun tidak ingin menyia-nyiakan waktu maka kami melanjutkan ke Pantai Sanur yang jaraknya tidak begitu jauh, seperti juga di Pantai Kuta untuk masuk pantai Sanur pun kita tidak di pungut restribusi apa pun. Ini adalah beberapa momment yang saya abadikan.


Salah satu Gapura di Pantai Sanur


Pantai Sanur

Kami sempat menikmati pantai Sanur beberapa saat tetapi kami tidak terlalu suka karena bibir pantainya sudah di con block sehingga kesan alami pantainya tidak dapat lagi. Mengingat kami mau menyaksikan sunset di Pantai Kuta maka kami balik lagi ke Pantai Kuta. Dan memang kami lagi beruntung saat itu cuaca lagi benar-benar bagus tidak ada mendung sama sekali sehingga saya dapat melihat sunset yang menjadi buruan saya dapat saya nikmati secara full. Inilah beberapa gambar yang sempat saya abadikan.





Sunset di Kuta



Masih Sunset



Akhirnya Sunset yang kami buru kami dapat abadikan, sungguh indah ciptaan Yang Maha Kuasa



Bergaya dengan papan seluncur walaupun gak bisa selancar yang penting gaya, hehehhehehe

Di pantai ini kami juga berkenalan dengan rombongan keluarga yang juga berasal dari Jakarta yakni daerah Kali Deres, daerah yang tidak jauh dari rumah saya di Jakarta, ini membuktikan bahwa dunia kecil, hehehheeh. Dan kebetulan saya ingin belajar surfing maka saya meminjam papan surfingnya.



Hard Rock Hotel Kuta Bali


Benar-benar mataharinya tenggelam

Puas mengabadikan sunset kami menuju ke Monumen Bom Bali, ini merupakan tugu yang dibuat untuk mengenang saudara-saudara kita yang meninggal akibat orang-orang yang tidak bertanggung jawab saat kejadian Bom Bali I. yang terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002  pukul 23.05 yang terjadi di tiga lokasi yakni di Paddys Club dan Sari Club di daerah Jimbaran Kuta, dan juga di Kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat, ini adalah pemboman pertama yang dilakukan oleh teroris pertama kali di Indonesia dan menjadi perhatian dunia, banyak relawan yang berjuang membantu para korban yang begitu banyak, ini pukulan telak bagi pariwisata Indonesia, di mana banyak negara-negara asing memberlakukan travel warning bagi penduduknya untuk masuk ke Indonesia. Dalam kejadian ini ada sekitar 200 orang korban dari 21 negara.


Monumen Bom Bali saksi kekejaman oknum yang tak bertanggung jawab.

Dan dari Monumen bom Bali I ini karena kami sudah lelah kami memutuskan untuk balik ke homestay untuk beristirahat mengingat esok hari kami masih harus berkeliling untuk mengeksplor Bali.