Sabtu, 18 Mei 2013

Backpacker ke Jogja dan Jawa Tengah Bagian 5 (Monumen Serangan Umum Satu Maret, Benteng Vredeberg)

Backpacker ke Jogja dan Jawa Tengah Bagian 5 (Nol KM Jogja, Benteng Vredeburg,Monumen Serangan Umum Satu Maret, Pasar Beringharjo).

Puas dengan Keraton Jogja tujuan saya selanjutnya adalah benteng Vrederberg yang terletak tak jauh dari area Malioboro tepatnya di kawasan nol kilo meter Jogja, tepatnya di jalan Jendral A. Yani  No. 6, Yogyakarta. Pada awalnya tempat ini terkenal sebagai benteng vrederberg saja, namun sekarang lebih terkenal dengan Museum  Benteng Vrederberg. Benteng ini merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda. Benteng ini di bangun pada tahun 1765 oeleh pemerintah Belanda, tujuannya adalah untuk menahan serangan dari pihak musuh, benteng ini dulunya di kelilingi parit dengan empat menara di setiap sudutnya. Benteng ini memiliki luas 2.100 meter persegi. Pada zaman penjajahan Belanda benteng ini terkenal sangat indah dan mewah namun siapa yang sangka kalau benteng ini merupakan karya anak bangsa. Benteng ini di bangun di atas tanah keraton atas izin Sri Sultan Hamengkubuono I awalnya benteng ini bernama Rustenberg atau yang dalam bahasa Indonesia artinya adalah tempat beristirahat, namun pada tahun 1768 yakni pada masa pemerinthan Gubernur Deandless di ganti namanya menjadi Vredeberg yang berarti perdamaian. Lalu pada tahun 1985 pada tanggal 16 April 1985 dipugar menjadi Museum Perjuangan dan dibuka untuk umum pada tahun 1987. Kemudian pada tanggal 23 November 1992 resmi menjadi "Museum Khusus Perjuangan Nasional" dengan nama "Museum Benteng Yogyakarta".

Dalam pemugaran pada bentuk luar masih tetap di pertahankan, sedang pada bentuk bagian dalamnya di pugar dan di sesuaikan dengan fungsinya yang baru sebagai ruang museum.

Di dalam museum sendiri menyediakan berbagai ruangan yang di sebut dengan "dorama". Dorama adalah sajian pemandangan sebuah peristiwa sejarah yang berukuran kecil dan dilengkapi dengan patung yang mencerminkan wujud aslinya. Dorama bagian pertama menampilkan adegan peristiwa sejarah sejak Perang Diponegoro ( 1825-1830) sampai dengan masa penjajahan Jepang (1942-1945). Dorama bagian kedua menampilkan adegan peristiwa sejarah sejak Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945 sampai dengan Agresi Militer Belanda I tahun 1947. Diorama ketiga menampilkan adegan peristiwa sejarah sejak Perjanjian Renville sampai dengan adanya pengakuan Kedaulatan RIS tahun 1949. Sedangkan diorama ke empat menampilkan adegan peristiwa sejarah terbentuknya NKRI tahun 1950 sampai dengan tahun 1974.

Untuk masuk ke dalam museum kita hanya perlu membayar tiket sebesar Rp. 2.000, hrga yang sangat murah untuk sebuah museum. Saat ini juga pihak museum menawarkan "Night at The Museum"

Jam Buka
Selasa - Kamis : 08.00 - 16.00
Jum'at - Sabtu : 08.00 - 17.00
Senin dan Hari Libur Nasional Libur

                                      

Pintu Masuk Museum Benteng Vredeburg


Patung Jendral Sudirman


Patung Jendral Oerip Soemohardjo


Persiapan Perang Kemerdekaan


Diorama yang ada di dalam Museum Vredeberg


 Diorama Yang ada di dalam Museum Vrederberg

 Setelah dari Museum Vredeberg saya melanjutkan perjalanan saya ke Titik Nol Kilometer, mengapa daerah ini di namakan titik nol kilometer karena dari sinilah yang menjadikan patokan untuk menghitung luas serta batas kabupaten yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, di sini biasa berkumpul komunitas-komunitas yang ada di Yogja seperti komunitas seniman, komunitas pecinta skate board, dan lain sebagainya.


Istana Negara yang ada di Jogja terletak di kawasan nol kilometer


Kantor Bank BNI, Kantor ini sangat menarik jika malam tiba karena di penuhi dengan lampu warna-warni

Selain ada istana negara di daerah Nol Kilometer Jogja juga terdapat Monumen Batik, di Monumen ini kita dapat melihat berbagai macam motif batik, jadi cukup menarik bukan untuk kita yang ingin mempelajari motif-motif batik, sehingga kita bisa memahami batik sebagai salah satu warisan budaya Indonesia, jangan sampai batik kita di akui oleh negara lain.



Saya di Monumen Batik




Monumen Serangan Umum Satu Maret

Monumen Serangan Umum Satu Maret masih berada dalam Komplek Museum Benteng Vrederberg, Monumen ini bukti keberanian rakyat Jogja di dalam melawan Belanda demi meraih kemerdekaan.

Setelah dari titik Nol Kilometer saya melanjutkan perjalanan ke Jalan Malioboro, yang merupakan kawasan yang cukup terkenal bagi semua pecinta jalan-jalan seperti saya, sebetulnya Jalan Malioboro tidak berbeda jauh dengan kawasan Pasar Baru di Jakarta yakni tempat orang-orang berjualan, sepanjang jalan ini kita bisa melihat para penjual batik, kaus-kaus khas Jogja, sampai satu buah toko batik yang cukup terkenal yakni Batik Mirota terletak di kawasan ini, disinilah para wisatawan lokal maupun asing berkumpul.


Kawasan Malioboro

Selanjutnya saya berjalan kembali menyusuri jalan sekitaran Malioboro, maka saya sampai di suatu pasar yang merupakan pasar cukup ternama di Jogja sebagai pusat batik, yakni Pasar Beringharjo, di pasar ini terkenal dengan pusat batik, kita dapat mencari batik dari yang termurah sampai yang termahal pun tersedia di sini, tinggal kita menyesuaikan dengan ukuran kantong masing-masing. Pasar ini letaknya tepat di Jl. Pabringan 1. Pasar ini menjadi pasar terlengkap bagi masyarakat Jogja lebih dari seratus tahun yang lalu pasar ini mulai menjadi tempat transaksi dari tahun 1758, barulah pada tahun 1925 pasar ini menjadi bangunan permanen. Nama beringharjo sendiri adalah nama pemberian dari Sultan Hamengkubuono IX yang berarti beringin yang memberikan "harjo" yang dalam bahasa Indonesia berarti kesejahteraan, hal ini di sebabkan pada zaman itu di daerah ini tumbuh pohon beringin, dan di harapkan dari pohon beringin tersebut memberikan kesejahteraan bagi warga Jogja khususnya. Di pasar ini kita dapat memanjakan lidah kita dengan berbagai macam kuliner khas Jogja mulai dari makanan ringan sampai makanan berat di jajahkan disini.


Pasar Beringharjo

Pada kesempatan kali ini saya sempat mencicipi sate yang di jajahkan oleh seorang ibu, karena saya tertarik dengan harum saat ibu ini memanggang satenya.



Si Penjual Sate

Untuk setengah porsi sate yang berisi lima tusuk sate dengan sate yang lumayan besar-besar beserta lontong saya hanya harus mengeluarkan uang Rp. 13.000 saja, cukup terjangkaulah dan menjadi makan siang saya karena hari sudah beranjak siang saat itu.

Akhirnya selsailah perjalanan saya hari ini, dan saya kembali ke penginapan utuk beristirahat.

Tunggu postingan berikutnya ya.......





J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar